Bukti Kejahatan Perundang-undangan yang Melegitimasi Tambang Besi di Kulon Progo

Posted on June 15, 2010

5



HASIL PERBANDINGAN PERDA NO 2 TAHUN 2010 DENGAN RAPERDA DIY

TENTANG RENCANA TATA RUANG DAN WILAYAH (RTRW) DIY

PENGHILANGAN PASAL DAMPAK BAGI MASYARAKAT
RAPERDA PERDA
Pasal 1 ayat 13Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) adalah bagian dari Wilayah Pertambangan tempat dilakukan kegiatan pertambangan rakyat. dihilangkan Masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan pertambangan.
Pasal 11, Pasal 37, Pasal 39, pasal 55, Pasal 102,  ukuran skala peta dihilangkan Tidak ada, pasal itu hanya bersifat informatif.
Pasal  39 (kelanjutan pembagian kawasan pasal 38)Dalam hal terdapat potensi sumber daya mineral yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ditetapkan sebagai wilayah pertambangan (wilayah usaha pertambangan dan wilayah pertambangan rakyat), maka untuk mengoptimalkan pemanfaatan pada kawasan lindung bawahan , kawasan lindung setempat, kawasan rawan bencana alam, kawasan pertanian , kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan peruntukan industri serta kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk menghindari perubahan fungsi kawasan tersebut di atas, diatur sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. dihilangkan Arahan untuk pengelolaan kawasan agar sesuai dengan kepentingan lingkungan dan sosial tidak ada.
Pasal 115Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan pengaturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. dihilangkan Tidak ada, kata pedoman bagi pengaturan ruang diganti dengan arahan pengaturan ruang. Pada bagian ini terjadi perubahan berupa: penambahan pasal berikut bunyi kalimat dari pasal-pasalnya. Semula Bab VII hanya memuat 4 pasal, lalu berubah menjadi 29, secara substansi mengatur tata cara di tingkat Propinsi, bukan substansi kepentingan agenda pembangunan/peruntukan wilayah.
PERUBAHAN BUNYI PASAL DAMPAK BAGI MASYARAKAT
RAPERDA PERDA
Semula pasal 38 ayat 3:Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

  1. Kawasan pertanian
  2. Kawasan Pariwisata
  3. Kawasan Permukiman
  4. Kawasan peruntukan industri
  5. Kawasan Pendidikan Tinggi
  6. Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil
  7. Kawasan Militer dan Kepolisian
Pasal 36 ayat 3Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

  1. Kawasan peruntukan hutan produksi
  2. Kawasan pertanian
  3. Kawasan Pertambangan
  4. Kawasan peruntukan industri
  5. Kawasan pariwisata
  6. Kawasan peruntukan Permukiman
  7. Kawasan Pendidikan Tinggi
  8. Kawasan Pesisir dan Pulau-pulau kecil
  9. Kawasan Militer dan Kepolisian
  1. Kawasan budidaya menjadi kawasan industri, termasuk di dalamnya industri pertambangan dan kehutanan.
  2. Sektor pertambangan dan kehutanan produksi  mempunyai legitimasi hukum untuk dilaksanakan.
  3. Konflik berbasis tanah dengan masyarakat setempat akan bertambah.
Semula Pasal 42Arahan penetapan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a  sebagai berikut:

  1. Penetapan hutan lindung di:
  1. Kabupaten Sleman terdiri atas: hutan di Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
  2. Kabupaten Bantul terdiri atas: hutan di Kecamatan Imogiri, Kretek, Piyungan, Pleret, dan Pundong.
  3. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas: hutan yaitu Kecamatan Kokap, Pengasih, dan
  4. Kabupaten Gunungkidul terdiri atas: zone Batuagung meliputi Kecamatan Karangmojo, Nglipar, Patuk, dan zone Gunungsewu meliputi Kecamatan Panggang, Playen, Paliyan.
  5. Kabupaten Sleman terdiri atas: hutan di Kecamatan Tempel
  6. Kabupaten Bantul terdiri atas: hutan di Kecamatan Dlingo.
  7. Kabupaten Kulon Progo terdiri atas: hutan yaitu di Kecamatan Girimulyo, Kalibawang, Samigaluh, dan Temon, dan.
  8. Kabupaten Gunungkidul terdiri atas: zone Baturagung meliputi Kecamatan Gedangsari, Ngawen, dan Semin, dan Zone Gunungsewu meliputi Kecamatan Ponjong, Purwosari, dan Rongkop.
  1. Penetapan hutan fungsi lindung di:
  1. Penetapan kawasan resapan air di semua wilayah Kabupaten kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten gunungkidul.
Pasal 39Arahan penetapan kawasan lindung bawahan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 37 sebagai berikut:

  1. Penetapan hutan lindung seluas 2.312,8000 ha di:
    1. Kabupaten Bantul terletak di Kecamatan Dlingo dan Kecamatan Imogiri seluas 1.041,2000 ha
    2. Kabupaten Kulon Progo terletak di Kecamatan Kokap seluas 254, 9000 ha, dan
    3. Kabupaten Gunungkidul terletak di Kecamatan Karangmojo, Playen dan Panggang seluas 1.016,7000 ha.
  2. Penetapan hutan fungsi lindung di:
    1. Kabupaten Sleman terletak di Kecamatan Tempel
    2. Kabupaten Bantul terletak di Kecamatan Dlingo,
    3. Kecamatan Kulon Progo terletak di Kecamatan Girimulyo, Kalibawang, Samigaluh, dan Temon.
    4. Kabupaten Gunungkidul terletak di  Kecamatan Gedangsari, Ngawen, dan Semin, dan zone Gunungsewu di Kecamatan Ponjong, Purwosari, dan Rongkop.
  3. Penetapan kawasan resapan air di wilayah Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunungkidul.
  1. Kawasan yang tidak ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung /fungsi lindung akan diubah menjadi hutan produksi. Terutama di Kabupaten Sleman.
  2. Kawasan resapan air berkurang karena untuk industri kehutanan, menambah kawasan rawan bencana, terutama longsor, banjir, dan kekurangan air (cekaman air) di DAS Code, DAS Progo, dan DAS Opak.
  3. Pasal ini akan bertentangan dengan Pasal  52-54 yang mengatur peruntukan kawasan hutan produksi, dan pasal 58-60 untuk peruntukan kawasan pertambangan.
BAB V Penetapan dan Pengelolaan Kawasan StrategisBagian pertamaPenetapan Kawasan Strategis

Pasal 95

Kawasan strategis di Daerah meliputi:

  1. Kawasan strategis pertahanan dan keamanan negara
  2. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
  3. Kawasan strategis pelestarian sosial budaya
  4. Kawasan strategis pendayagunaan sumber daya alam dan /atau teknologi tinggi.
  5. Kawasan strategis lindung dan budidaya
  6. Kawasan strategis pengembangan pesisir dan pengelolaan hasil laut.
BAB V Penetapan Kawasan StrategisBagian I Penetapan Kawasan Strategis Pasal 97Kawasan strategis di Daerah meliputi:

  1. Kawasan strategis pertumbuhan ekonomi
  2. Kawasan strategis pelestarian sosial budaya
  3. Kawasan strategis pendayagunaan sumberdaya alam dan /atau teknologi tinggi
  4. Kawasan strategis lindung dan budidaya dan
  5. Kawasan strategis pengembagan pesisir dan pengolahan hasil laut
Penghilangan kawasan strategis dan keamanan negara membuka peluang bagi tindak kejahatan internasional oleh pihak asing, terutama di kawasan perbatasan wilayah internasional (Laut Selatan).
PENAMBAHAN PASAL DAMPAK BAGI MASYARAKAT
RAPERDA PERDA
Semula tidak ada Pasal  1 ayat 22Kawasan Andalan adalah bagian dari kawasan budidaya , baik di ruang darat maupun di ruang laut yang pengembangannya diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan tersebut dan kawasan sekitarnya. 1)      Arahan pemanfaatan ruang bertentangan dengan pasal 39 RAPERDA, 2) Perubahan fungsi kawasan bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi, 3) Proyek-proyek industri yang eksploitatif dapat diselenggarakan, misal: pertambangan, pabrik industri berat, dll.
Semula tidak ada Pasal 1 ayat 27Kawasan Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. Ada perubahan penetapan fungsi kawasan untuk hutan produksi dari semula berupa hutan lindung, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat. Deforestrasi (pengurangan hutan) oleh pemerintah-swasta berpotensi terjadi.
Semula tidak ada Pasal 1 ayat 41Masyarakat adalah orang perseorangan , kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi dan/atau pemangku kepentiingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan tata ruang. Kepentingan masyarakat dapat diwakili oleh korporasi (perusahaan) dan  LSM, jika masyarakat sipil tidak terlibat dalam mengawal penataan ruang dan wilayah.
Semula tidak ada Pasal 1 ayat 42Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang ,pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. idem
Semula tidak ada Bagian III, Pola Ruang Kawasan Budidaya Paragraf 1, Pasal  52:Kawasan peruntukan  hutan produksiPasal 52

Kebijakan pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf a sebagai berikut:

  1. Melestarikan kawasan hutan produksi sebagai kawasan hutan yang berkelanjutan untuk mendukung kebutuhan papan, energy, dan pangan.
  2. Mengembangkan hutan produksi untuk diversifikasi hutan kayu dan non kayu untuk menciptakan peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.
  3. Mengoptimalkan produktifitas kawasan hutan produksi.
  4. Mempertahankan fungsi kawasan hutan dan
  5. Memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan RRTR.
Konflik sosial dengan masyarakat desa hutan akan meningkat dalam jumlah dan kualitas.
Semula tidak ada Pasal 53Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ditetapkan sebagai berikut:

  1. Mempertahankan dan meningkatkan luasan kawasan hutan produksi, dan
  2. Meningkatkan prasarana dan sarana pendukung.
Terjadi konversi (peralihan) fungsi kawasan non hutan produksi menjadi hutan produksi di daerah-daerah bersumberdaya hutan.
Semula tidak ada Pasal 54Arahan penetapan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud di dalam pasal 52 adalah sebagai berikut:

  1. Kawasan hutan produksi di Kabupaten Gunungkidul seluas 12.810, 1000 ha dan
  2. Kawasan hutan produksi kabupaten Kulon Progo seluas 601,6000 ha.
Fungsi resapan air di dataran tinggi di kedua kabupaten itu berkurang, untuk Kabupaten Kulon Progo: berpotensi menimbulkan banjir di daerah selatan atau longsor di kawasan yang bersangkutan, untuk kabupaten Gunungkidul berpotensi untuk terjadi pengurangan sumber daya air.
Semula tidak ada Bagian III, Pola Ruang Kawasan Budidaya, Paragraf 3, Pasal 58Kawasan Peruntukan pertambanganKebijakan penetapan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (3) huruf c memanfaatkan potensi sumber daya mineral, batu bara, dan panas bumi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta mencegah dampak negative terhadap lingkungan. Industri pertambangan mempunyai legitimasi untuk dilaksanakan.
Semula tidak ada Pasal 59Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 58 sebagai berikut:

  1. Mengoptimalkan kawasan peruntukan pertambangan
  2. Menghindari perubahan fungsi lahan
  3. Mengembangkan pengelolaan kawasan dengan potensi sumber daya mineral, batu bara, dan panas bumi secara optimal dengan memperhatikan daya dukung lingkungan.
  1. Tidak ada pertambangan yang tidak mengubah bentuk dan fungsi lahan, secara redaksional sudah bertentangan dengan huruf b pasal 59. Peralihan fungsi kawasan non pertambangan menjadi pertambangan akan terjadi.
  2. Beban pecemaran di daerah hilir sungai akan meningkat, terutama logam berat. Pencemaran udara karena gas-gas pemicu hujan asam akan meningkat.
  3. Daya dukung (potensi ekonomi) lingkungan lebih diperhaikan daripada daya tampung (kemampuan lingkungan untuk mengolah bahan pencemar). Penangungjawab risiko lingkungan tidak jelas.
Semula tidak ada Pasal 60Arahan penetapan kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud di dalam pasl 58 sebagai berikut:(1)    Kegiatan pemanfaatan sumberdaya mineral  batu bara dan panas bumi dapat dilakukan di :

  1. kawasan lindung bawahan, kawasan lindung setempat, dan kawasan rawan bencana alam, dan
  2. kawasan pertanian, kawasan pariwisata, kawasan permukiman perdesaan, kawasan industri, kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

(2)    Penetapan kawasan peruntukan pertambangan di:

  1. Kabupaten Gunungkidul untuk pertambangan batu kapur di kecamatan Ponjong, Panggang, dan untuk pertambangan kaolin di kecamatan Semin.
  2. Kabupaten Kulon Progo yaitu:

1)      Perbukitan Menoreh untuk pertambangan emas di Kecamatan Kokap, mangaan di Kecamatan Kokap, Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang, Nanggulan, Pengasih, dan

2)      Kawasan pesisir pantai selatan untuk pertambangan pasir besi, di Kecamatan Wates, Panjatan, dan Galur.

  1. Kabupaten Sleman untuk pertambangan pasir di Kecamatan Pakem dan Minggir.
  1. Peralihan fungsi kawasan lindung, pemukiman pedesaan, pertanian, pesisir, menjadi pertambangan. Konflik sosial akan bertambah.
  2. Beban pencemaran meningkat, terutama di hilir Sungai Progo akibat pertambangan emas.
  3. Fungsi kawasan-kawasan  penyangga (rawan bencana dan lindung) justru dijadikan kawasan pertambangan, secara ekologis menyalahi kaidah.
  1. Bertentangan dengan pasal 58, 59 b, 38 a, 41a, 50, 74, 81 (1) (2) (4), 124 (1) c (2), 125 (1) (3) Perda DIY no 2 /2010.
Semula tidak ada Bagian IV Kawasan andalan Pasal 79

  1. Kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis nasional meliputi kawasan Yogyakarta dan sekitarnya merupakankawasan andalan.
  2. Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sebagian wilayah kabupaten Sleman, Bantul, Kulon Progo, Gunungkidul, dan Kota Yogyakarta.
  3. Sektor unggulan kawasan andalan sebagaimana dimaksud pada huruf (1) adalah pariwisata, pertanian, industri, dan perikanan.
Kawasan andalan menitikberatkan pada kepentingan ekonomi daripada kepentingan sosial dan lingkungan. Ketidakjelasan zonasi kawasan andalan akan mengancam stabilitas budidaya yang sudah berjalan ketika eksploitasi akan ditingkatkan untuk target-target pertumbuhan.
PENAMBAHAN PASAL dengan PERUBAHAN REDAKSIONAL (BUNYI KALIMAT) DAMPAK BAGI MASYARAKAT
RAPERDA PERDA
BAB VII Pengendalian Pemanfaatan RuangPasal 115Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui penetapan pengaturan zonasi, perijinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. UmumPasal 114(1)    Arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi digunakan sebagai acuan dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah propinsi.

(2)    Arahan pengendalian pemanfaatan ruang terdiri atas:

  1. Indikasi arahan peraturan zonasi system provinsi
  2. Arahan perizinan
  3. Arahan pemberian insentif dan disinsentif dan
  4. Arahan sanksi
Tidak ada pengaruh yang penting.
Pasal 116(1)    Pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 115 sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.(2)    Pengaturan zonasi disusun berdasar RTRWP DIY dalam bentuk rencana rinci tata ruang.

(3)    Rencana rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

  1. Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Perkotaan
  2. Rencana Rinci tata Ruang Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya
  3. Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis Propinsi.

(4)    Pengaturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pemanfaatan yang harus ada, kegiatan pemanfaatan ruang yang diizinkan, dan kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan.

(Hanya dimuat sesuai kebutuhan masyarakat pesisir)Pasal 124 Indikasi arahan peraturan zonasi kawasan lindung Propinsi sebagaimana dimaksud Pasal 115 ayat (2) huruf f meliputi:(1)    Peraturan sonasi kawasan lindung disusun dengan memperhatikan:

  1. Pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa mengubah betang alam.
  2. Ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi, dan
  3. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budi daya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap , tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.

(2)    Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan memperhatikan:

  1. Pemanfaatan secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan.
  2. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada, dan
  3. Penerapan prinsip zero delta Q terhadap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
RAPERDA:Tidak berpengaruh yang penting karena hanya memuat pedoman  zonasi.PERDA:

Bertentangan dengan kepentingan untuk pertambangan/kehutanan produksi  yang akan dibuka di kawasan lindung.

Pasal 117(1)    Setiap orang yang akan memanfaatkan ruang wajib memiliki izin pemanfaatan ruang(2)    Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Dinas

(3)    Izin pemanfaatan ruang terdiri atas:

  1. Izin lokasi yang menyangkut fungsi ruang
  2. Amplop ruang mencakup koefisien dasar ruang hijau, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, dan garus sempadan bangunan, dan
  3. Kualitas ruang merupakan kondisi ruang yang harus dicapai setelah dimanfaatkan (kondisi udara, tanah, air, hidrologi, flora, dan fauna).

(4)    Setiap orang yang telah memiliki izin pemanfaatan Ruang dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang harus sesuai dengan izinnya.

Pasal 125(1)    Peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan memperhatikan,

  1. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau
  2. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi
  3. pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai
  4. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c, dan
  5. ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika pantai.

(2)    Peraturan zonasi untuk sempadan sungai, kawasan sekitar waduk, embung, telaga dan laguna disusun dengan memperhatikan;

  1. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau
  2. Ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air.
  3. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi, dan
  4. Penetapan lebar garis sempadan sesuai dengan ketenntuan peraturan perundangan.

(3)    Peraturan zonasi untuk sempadan mata air disusun dengan memperhatikan;

  1. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau, dan
  2. Pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.
RAPERDA:Perizinan pemanfaatan ruang TIDAK SAMA DENGAN izin lingkungan, jadi masih berorientasi kepentingan ekonomi.PERDA:

Apabila Pertambangan dilakukan di kawasan sempadan pantai maka akan mengancam ruang terbuka hijau, berpotensi abrasi, menurunkan luas, menurunkan nilai ekologis (jasa lingkungan) dan keindahan pantai.

Proses panjang masyarakat menemukan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang arif secara ekologi dan mantap secara ekonomi diabaikan.

Pasal 118(1)    Setiap orang yang melaksanakan kegiatan memanfaatkan ruang sejalan dengan RTRWP DIY dapat diberikan insentif.(2)    Setiap orang yang melaksanakan kegiatan memanfaatkan ruang tidak sejalan dengan RTRWP DIY dapat diberikan disinsentif.

(3)    Insentif sebagaimana dmaksud dalam ayat (1) diberikan dalam bentuk:

(4)    Disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam bentuk:

(5)    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 130Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan disusun dengan memperhatikan,

  1. Pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara risiko dan manfaat, dan
  2. Pengaturan bangunan lain disekitar  instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah.
Pertimbangan ekonomi menjadi ukuran utama daripada sosial dan ekologi. Pertambangan di kawasan pesisir tidak dibandingkan dengan manfaat ekonomi, sosial, budaya dan hankam kawasan jika tidak ditambang samasekali.Kepentingan daerah tidak mewakili kepentingan masyarakat terdampak, tetapi ambisi ekonomi politik jangka pendek.
Posted in: ANALISA PETANI